Pada era modern seperti saat ini, apa yang kalian pikirkan tentang selembar uang Rp 10.000? Mungkin bagi kita yang memiliki kemampuan financial setara level menengah ke atas memang menganggap bahwa selembar uang Rp 10.000 tidak memiliki arti yang lebih. Termasuk aku, salah seorang yang menganggap bahwa uang Rp 10.000 kurang berarti dibandingkan uang dengan nominal Rp 50.000 ke atas.
![]() |
Rp 10.000 tampak depan |
![]() |
Rp 10.000 tampak belakang |
Pemikiranku mengenai kurang berartinya selembar uang berwarna ungu tersebut berakhir pagi ini. Pagi yang sangat memberiku pelajaran berharga dalam hidupku. Aku yang setiap pagi di hari kerja selalu berangkat ke kantor dengan menumpang bus dengan tujuan Blok M dan hampir tidak pernah tidak mendapatkan bus yang dimaksud melebihi 1 jam di halte barat. Namun pada kenyataannya, pagi ini menjadi pagi yang menurutku paling sukses membuat aku manyun tiada henti saat menanti kedatangan bus yang biasa aku tumpangi. Bayangkan saja, 2 jam aku menunggu tidak satupun bus yang menjadi tujuanku lewat halte tersebut. Dengan wajah menunjukkan bete dan bahasa tubuh yang menunjukkan ketidaknyamanan dan ketidaksabaranku saat menunggu bus pun mungkin menjadi bahan tontonan gratis bagi calon penumpang lain yang ada di halte tersebut.
Sikap ketidaknyamananku itu sirna secara tiba-tiba saat aku melihat seorang bapak penjual koran yang biasa berjualan di halte berusaha mencari tambahan penghasilan lain dengan menjadi calo bagi setiap kendaraan umum (bus, angkot, dan omprengan) yang mencari penumpang di halte ini. Ada ekspresi lain yang aku lihat dari si bapak pada saat beliau sedang menjadi calo bagi sebuah mobil omprengan yang posisinya berada di jalur tengah jalan. Bapak itu menunjukkan raut wajah kegembiraan dan berbinar pada saat menunjukkan selembar kertas berwarna ungu kepada temannya sambil berteriak "Alhamdulillah sepuluh ribu". Rupanya beliau mendapat komisi Rp 10.000 dari sang supir omprengan tadi. Namun kegembiraan bapak itu hampir hilang ketika uang yang ia dapat terbang tertiup angin hingga ke tengah jalan. Aku melihat dengan jelas bagaimana si bapak dengan sigap mengejar uang tersebut dan mempertaruhkan nyawanya demi uang yang tak seberapa besar buatku. Ya, kulihat si bapak hampir tertabrak sebuah mobil yang melintas di jalur itu. Namun, sang supir segera menghentikan mobilnya dan membiarkan si bapak mengambil uang hasil jerih payahnya pagi ini.
Ada perasaan haru dan ikut senang dalam diriku saat melihat kegembiraan si bapak. Hanya karena selembar Rp 10.000 saja si bapak sampai mempertaruhkan nyawanya. Ya Allah, Rp 10.000 yang kurang memiliki arti lebih untukku ternyata sangat berarti bagi seseorang seperti bapak penjual koran itu. Peristiwa yang kulihat pagi tadi sungguh memberikan aku pelajaran berharga bahwa aku harus selalu melihat kebawah, dalam arti harus melihat bahwa masih banyak orang yang kurang mampu yang harus dibantu. Mungkin inilah mengapa mama ku selalu mewanti-wanti bahwa aku harus selalu menyisihkan minimal 2,5% di awal dari salaryku yang harus disumbangkan kepada anak-anak yatim dan orang kurang mampu. Satu doaku untuk si bapak tadi, semoga si bapak dimudahkan rezekinya oleh Allah SWT. Aamiin :)